BAB 1
Pendahuluan
Latar
Belakang
Menurut Ensiklopedi Indonesia, Jurnalistik adalah bidang
profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau
kehidupan sehari-hari (pada hakikatnya dalam bentuk penerangan, penafsiran dan
pengkajian) secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang
ada.
Jurnalisme dapat dikatakan “coretan pertama dalam sejarah”.
Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya
disunting sebelum diterbitkan. Jurnalis seringkali berinteraksi dengan
sumber yang kadangkala melibatkan konfidensialitas. Banyak pemerintahan Barat
menjamin kebebasan dalam pers. Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah
pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa
dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan
kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend. Jurnalisme meliputi beberapa
media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.
BAB II
Pembahasan
Sejarah
Jurnalistik
Awal mula lahirnya Jurnalistik dimulai sekitar 3000
tahun lalu. Terdapat konsep dasar jurnalistik yaitu, penyampaian berbagai
pesan, berita dan informasi. konsep dasar tersebut berakar dari saat ketika itu
Firaun, Amenhotep III, di Mesir mengirimkan ratusan pesan kepada para
perwiranya yang tersebar di berbagai daerah provinsi untuk mengabarkan apa yang
terjadi di pusat.
Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Media massa di Indonesia tumbuh dan berkembang secara unik, dibandingkan dengan negara lain, terutama bila dibandingkan dengan lahir dan tumbuhnya media massa di negara-negara barat dan AS. Media cetak di Indonesia lahir pada masa penjajahan Belanda yaitu dengan terbitnya surat kabar Bataviase Nouvelles (1744). Koran ini tentu saja dijalankan oleh manajemen dan jurnalis Belanda. Kemudian lahirlah pers "pribumi", media cetak yang berkomunikasi dengan bahasa melayu atau bahasa daerah dan dipimpin oleh seorang pribumi. Masuk dalam kategori ini adalah warta berita (1901) yang selain berbahasa melayu juga dicetak dalam bahasa latin. Surat kabar lain yang lahir pada abad ke-19 meskipun telah dicetak dengan huruf latin dan berbahasa melayu, tetapi umumnya masih di pimpin oleh orang-orang Belanda. Koran yang dipimpin oleh kaum pribumi ini merupakan cikal bakal "pers perjuangan" yaitu media cetak berbahasa Melayu yang menyiratkan cita-cita kemerdekaan dari penjajahan asing dalam kebijakan redaksionalnya.
Istilah pers perjuangan kembali populer setelah 17 Agustus 1945, yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi kemudian pihak Belanda (mencoba) menjajah kembali bangsa Indonesia. Pada era 1945-1946, koran-koran yang membawakan suara bangsa Indonesia masih mendapat survive di tengah tekanan pihak Belanda. Wartawan Indonesia H. Rosiwan Anwar adalah contoh "sisa-sisa laskar panjang" yang mengalami sendiri masa-masa sulit itu.
Konsistensi pers cetak semakin terlihat pada perjalanan bangsa ini, mulai dari era demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965), demokrasi pancasila (1965-1998) dan kini, serta era reformasi (1998-sekarang).
Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Media massa di Indonesia tumbuh dan berkembang secara unik, dibandingkan dengan negara lain, terutama bila dibandingkan dengan lahir dan tumbuhnya media massa di negara-negara barat dan AS. Media cetak di Indonesia lahir pada masa penjajahan Belanda yaitu dengan terbitnya surat kabar Bataviase Nouvelles (1744). Koran ini tentu saja dijalankan oleh manajemen dan jurnalis Belanda. Kemudian lahirlah pers "pribumi", media cetak yang berkomunikasi dengan bahasa melayu atau bahasa daerah dan dipimpin oleh seorang pribumi. Masuk dalam kategori ini adalah warta berita (1901) yang selain berbahasa melayu juga dicetak dalam bahasa latin. Surat kabar lain yang lahir pada abad ke-19 meskipun telah dicetak dengan huruf latin dan berbahasa melayu, tetapi umumnya masih di pimpin oleh orang-orang Belanda. Koran yang dipimpin oleh kaum pribumi ini merupakan cikal bakal "pers perjuangan" yaitu media cetak berbahasa Melayu yang menyiratkan cita-cita kemerdekaan dari penjajahan asing dalam kebijakan redaksionalnya.
Istilah pers perjuangan kembali populer setelah 17 Agustus 1945, yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi kemudian pihak Belanda (mencoba) menjajah kembali bangsa Indonesia. Pada era 1945-1946, koran-koran yang membawakan suara bangsa Indonesia masih mendapat survive di tengah tekanan pihak Belanda. Wartawan Indonesia H. Rosiwan Anwar adalah contoh "sisa-sisa laskar panjang" yang mengalami sendiri masa-masa sulit itu.
Konsistensi pers cetak semakin terlihat pada perjalanan bangsa ini, mulai dari era demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965), demokrasi pancasila (1965-1998) dan kini, serta era reformasi (1998-sekarang).
Fungsi Pers
Ø Pers sebagai Media Informasi
Media
informasi merupakan bagian dari fungsi pers dari dimensi idealisme. Informasi
yang disajikan pers merupakan berita-berita yang telah diseleksi dari berbagai
berita yang masuk ke meja redaksi, dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh
para reporter di lapangan. Menurut Pembinaan Idiil Pers, pers mengemban fungsi
positif dalam mendukung mendukung kemajuan masyarakat, mempunyai tanggung jawab
menyebarluaskan informasi tentang kemajuan dan keberhasilan pembangunan kepada
masyarakat pembacanya. Dengan demikian, diharapkan para pembaca pers akan
tergugah dalam kemajuan dan keberhasilan itu.
Ø Pers sebagai Media Pendidikan
Dalam
Pembinaan Idiil Pers disebutkan bahwa pers harus dapat membantu pembinaan
swadaya, merangsang prakarsa sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila,
peningkatan kehidupan spiritual dan kehidupan material benar-benar dapat
terwujud. Untuk memberikan informasi yang mendidik itu, pers harus
menyeimbangkan arus informasi, menyampaikan fakta di lapangan secara objektif
dan selektif. Objektif artinya fakta disampaikan apa adanya tanpa dirubah
sedikit pun oleh wartawan dan selektif maksudnya hanya berita yang layak dan
pantas saja yang disampaikan. Ada hal-hal yang tidak layak diekspose ke
masyarakat luas.
Ø Pers sebagai Media Entertainment
Dalam UU No.
40 Tahun 1999 pasal 3 ayat 1disebutkan bahwa salah satu fungsi pers adalah
sebagai hiburan. Hiburan yang diberikan pers semestinya tidak keluar dari
koridor-koridor yang boleh dan tidak boleh dilampaui. Hiburan yang sifatnya
mendidik atau netral jelas diperbolehkan tetapi yang melanggar nilai-nilai
agama, moralitas, hak asasi seseorang, atau peraturan tidak diperbolehkan.
Hiburan yang diberikan pers kepada masyarakat yang dapat mendatangkan dampak
negatif, terutama apabila hiburan itu mengandung unsur-unsur terlarang seperti
pornografi dan sebagainya seharusnya dihindari.
Ø Pers sebagai Media Kontrol Sosial
Maksudnya
pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang buruk,
keadaan yang tidak pada tempatnya dan yang menyalahi aturan, supaya peristiwa
itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan
semakin tinggi. Makanya, pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut
“penyampai berita buruk”.
Ø Pers sebagai Lembaga Ekonomi
Beberapa
pendapat mengatakan bahwa sebagian besar surat kabar dan majalah di Indonesia
memperlakukan pembacanya sebagai pangsa pasar dan menjadikan berita sebagai
komoditas untuk menarik pangsa pasar itu. Perlakuan ini menjadikan keuntungan
materi sebagai tujuan akhir pers. Konsekuensinya, pers senantiasa berusaha
menyajikan berita yang disenangi pembaca.
FUNGSI DAN
PERANAN PERS DI INDONESIA
Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang
pers, fungsi pers ialah
sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara
Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai
berikut:
~ Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan
~ Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan
~ Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang
tepat, akurat, dan benar
~ Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
~ Memperjuangkan keadilan dan kebenaran
Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga
pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi (the fourth estate) setelah
lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik
yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat
dijalankan secara optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah.
Menurut tokoh pers, Jakob Oetama , kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaimana peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.
Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahan yang sangat membatasi kebebasan pers . Hal ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk , namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menurutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hal-hal yang salah daripada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai kesulitan
Menurut tokoh pers, Jakob Oetama , kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaimana peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.
Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahan yang sangat membatasi kebebasan pers . Hal ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk , namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menurutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hal-hal yang salah daripada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai kesulitan
BAB III
Kesimpulan
Jurnalistik adalah suatu kegiatan
atau aktivitas yang menyajikan informasi untuk disampaikan kepada masyarakat.
Jurnalistik biasanya disampaikan melalui media cetak seperti buku, surat kabar,
majalah, tabloid, dan sebagainya; juga melalui media elektronik seperti iklan,
film, atau berita di radio (audio), televisi, dan internet (audio visual).
Sejarah
jurnalistik dimulai sekitar 3000 tahun yang lalu oleh Firaun yang menyampaikan
ratusan pesan kepada perwiranya yang tersebar di berbagai daerah bagian di
Mesir. Kemudian, media massa mulai diterbitkan setelah Johannes Gutenberg menemukan mesin cetak.
Di Indonesia
sendiri, media massa mulai lahir pada masa penjajahan Belanda dengan terbitnya
surat kabar Bataviase Nouvelles pada tahun 1744. Kemudian sekitar abad ke 19,
kaum pribumi mulai membuat media cetak dengan menggunakan bahasa Melayu (bahasa
daerah Indonesia), koran yang dipimpin oleh kaum pribumi ini merupakan cikal
bakal "pers perjuangan" yaitu media cetak berbahasa Melayu yang
menyiratkan cita-cita kemerdekaan dari penjajahan asing dalam kebijakan
redaksionalnya. Konsistensi pers cetak semakin terlihat pada perjalanan bangsa
ini, mulai dari era demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin
(1959-1965), demokrasi pancasila (1965-1998) dan kini, serta era reformasi
(1998-sekarang).
Pers
merupakan badan yang membuat penerbitan media massa secara
berkala. Fungsi Pers adalah sebagai media informasi yang menyeleksi
berita-berita dari berbagai sumber yang dikumpulkan oleh para reporter di
lapangan, lalu sebagai media pendidikan yang membantu pembinaan swadaya dan
merangsang prakarsa masyarakat, sehingga pelaksanaan demokrasi Pancasila,
peningkatan kehidupan spiritual dan material benar-benar dapat terwujud.
Kemudian pers juga berfungsi sebagai media entertaimen, memberikan hiburan yang
sifatnya mendidik atau netral. Namun hiburan yang melanggar nilai-nilai agama,
moralitas, dan HAM atau peraturan, tidak diperbolehkan.
Fungsi pers
yang lain adalah sebagai media kontrol sosial yang memaparkan peristiwa buruk
yang menyalahi aturan, agar peristiwa tersebut tidak terulang lagi dan
kesadaran masyarakat untuk berbuat baik serta menaati peraturan semakin tinggi.
Lalu yang terakhir, pers juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi yang menjadikan
keuntungan materi sebagai tujuan akhir pers.
Menurut
tokoh pers, Jakob Oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara
optimal dapat melalukan peranannya. Sulit dibayangkan bagaimana peranan pers
tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers.
DAFTAR PUSTAKA
http://reporter.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=82:menyikapi-persoalan-tayangan-infotainmen&catid=1:etika-media&Itemid=6JURNALISTIK I
Dosen : Dr. Nuriyati Samatan
Disusun oleh :
Siti Herdiani Poetri
Siti Syarah Fitriah
Yoana Yesinatali
3SA04
Sastra Inggris – Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar